Driver Ojol di Palembang Keberatan BPJS Jadi Syarat Pembuatan SIM dan STNK

PALEMBANG, iNews.id - Driver Ojek Online (Ojol) Palembang mengeluhkan kebijakan pemerintah yang memperketat permohonan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dengan syarat menggunakan BPJS. Syarat tersebut dinilai memberatkan terutama bagi warga yang tidak memiliki akses jaminan kesehatan tersebut.
Hermanto (35), seorang driver Ojol di Palembang mengatakan, kebijakan tersebut sangat berdampak bagi masyarakat yang tidak memiliki akses jaminan kesehatan tersebut, seperti dirinya dan keluarga yang hingga kini belum menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"Kami khawatir dengan peraturan tersebut nantinya akan lahir kerumitan baru dalam mengurus keperluan administrasi di lembaga negara," ujar Hermanto saat ditemui di pangkalan Ojol kawasan Kenten Palembang, Rabu (23/2/2022).
Meski baru mengetahui kebijakan tersebut, lanjut Hermanto, namun dirinya berharap agar ada kemudahan yang diberikan. Karena, sebagai driver menurutnya memiliki pendapatan yang tidak pasti.
"Itu mempersulit masyarakat, nanti kalau mau mengurus surat-surat jadi merasa terbebani kami. Apalagi driver seperti kami ini bukan perbulan pendapatannya, kalau mau keluar iuran BPJS kesehatan untuk sekeluarga itu justru jadinya menambah pengeluaran kami," katanya.
Driver Ojol lainnya, Anang (39) mengaku terkejut mendengar adanya peraturan yang tertera dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang dikeluarkan sejak 6 Januari 2022 tersebut
"Mengejutkan bagi saya, baru tahu hari ini juga. Kalau mau mengurus SIM dan STNK harus ada BPJS Kesehatan saya keberatan. Saya juga sudah ada Kartu Indonesia Sehat (KIS), itu juga kan program pemerintah," katanya.
Sebagai kepala keluarga yang memiliki tiga orang anak, Anang mengungkapkan kesulitan jika dirinya harus membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya.
"Sebenernya berat itu, iuran tiap bulan saya jadi nambah. Saya kan anak tiga, berarti 5 orang termasuk saya dan istri. Misalkan iuran perbulannya itu Rp40.000, jadi sudah Rp200.000 per bulan pengeluaran saya," katanya.
Belum lagi, kata Anang, kalau nanti mau mengurus STNK dan mesti ada BPJS Kesehatan, dirinya memilih untuk menunda melakukan pembayaran tersebut.
"STNK itu kan untuk bayar pajak, kalau memang mesti ada BPJS ya sudah saya gak bayar dulu. Siapa yang rugi, persyaratan itu mempersulit kami, berat sebelah. Kalau kami ini penghasilan tetap perbulan itu Rp3 juta gak masalah, tetapi kenyataannya pendapatan kami ini tidak pasti, kalau orderan ramai banyak dapet penghasilan, kalau sepi ya sedikit," katanya.
Kendati demikian, Anang juga berharap apabila kedepan perusahaan Ojol tempatnya bekerja juga mengadopsi aturan tersebut, maka dirinya akan mempertimbangkan untuk ikut serta menjadi anggota aktif BPJS Kesehatan, kecuali dengan keringan.
"Biasanya itu dari pihak perusahaan ada informasi, seperti peraturan BPJS Ketenagakerjaan kemarin disuruh untuk ikut. Kalau BPJS Kesehatan ini belum ada info dari pihak Ojolnya. Kalau nantinya diharuskan buat, mungkin saya akan ikut, asalkan ada keringanan dari pihak perusahaan ojek, misalkan dibantu 50 persen pembayarannya gitu," kata Anang.
Editor: Berli Zulkanedi