Tari Tradisional Sumatera Selatan, Mengandung Cerita Mistis hingga Penyambutan Tamu
Tari Erai-Erai diiringi instrumen musik gambus, kemudian berkembang menggunakan instrumen biola dan accordian. Para penari menggunakan baju kurung panjang, kain tumpal perahu yang dilengkapi dengan aksesoris lain seperti anting-anting.
Tari tradisional Sumatera Selatan berikutnya dari wilayah bagian barat Sumatera Selatan yakni Lubuklinggau. Sesuai namanya, Tari Sambu Silampari kini ditampilkan untuk menyambut tamu agung ke wilayah Silampari.
Namun pada awalnya, pada awal kemerdekaan, tari ini awalnya sekelompok orang tua di kampung yang konon memiliki kemampuan tertentu akan memanggil makhluk dari tempat lain untuk menghibur masyarakat di acara atau hajatan masyarakat saat itu. Setelah tari ditampilkan dan hajatan akan selesai, makhluk atau peri yang dipanggil akan pergi dengan sendiri.
Tari tradisonal Sumatera Selatan satu ini memiliki kemiripan dengan tari serupa di China. Hal ini tidak terlepas dari akulturasi budaya yang sudah terjadi sejak masa Kerajaan Sriwijaya, perantau dari China sudah biasa datang dan menetap di Palembang.
Tari Tanggai berkembang di seluruh Sumatera Selatan, dan pada abad ke-5 Masehi, Tari Tanggai merupakan tari yang sakral karena pengantar sesajian persembahan kepada dewa. Karenanya penari membawa sesajian buah dan beraneka bunga.
Disebut Tari Tanggai, karena penari menggunakan tanggai atau kuku panjang, berupa alat yang dipasang di delapan jari selain jempol. Para penari akan melentikkan jari-jari yang menggunakan tanggai.
Kini Tari Tanggai juga ditampilkan untuk menyambut tamu agung dan hiburan di pesta pernikahan. Para penari menggunakan busana aesan gede dan membawa tepak.
Tari tradisional Sumatera Selatan satu ini disebut Tari Kebagh atau juga disebut Tari Kebar. Tari ini berasal dari Basemah, suku di wilayah Kota Pagarlam. Tari ini bisa ditampilkan oleh seorang penari atau lebih yang digunakan untuk acara penyambutan tamu.
Editor: Berli Zulkanedi