Tari Tradisional Sumatera Selatan, Mengandung Cerita Mistis hingga Penyambutan Tamu
PALEMBANG, iNews.id - Tari tradisional Sumatera Selatan cukup banyak yang mencermiankan kekayaan seni dan budaya di Bumi Sriwijaya. Setiap tari memiliki sejarah dan fungsi masing - masing, di antaranya menyambut tamu dan ungkapan kegembiraan setelah panen raya.
Dari sekian banyak tari tradisional Sumatera Selatan, terdapat beberapa tari yang sangat populer dan menjadi identitas Palembang dan Sumatera Selatan. Tari tersebut dipentaskan dalam berbagai kegiatan atau hajatan besar, baik instansi pemerintah, festival budaya maupun pernikahan.
Tari tradisional Sumatera Selatan pertama yakni Tari Tepak Keraton yang memiliki fungsi untuk menyambut tamu agung. Tari ini dipentaskan tujuh penari yang salah satunya membawa tepak berisikan kapur dan sirih yang akan diberikan kepada tamu yang dihormati.
Menurut catatan sejarah, Tari Tepak Keraton diciptakan oleh Maestro Seni dan Songket Palembang, Hj Anna Kumari. Tari ini dibuat pada tahun 1966 untuk menyambut Pangdam Sriwijaya yang baru saat itu, Brigjen Ishak Juarsa.
Pola lantai tari dan pakaian yang digunakan terinspirasi dengan Kesultanan Palembang Darussalam, kerajaan Islam besar yang menguasai Palembang setelah era Kerajaan Sriwijaya. Saat ini, tari ini terkadang ditampilkan pada pesta pernikahan dengan pakaian yang digunakan oleh penari yakni pakaian adat Sumsel yakni Aesan Pang Sangkong.
Sementara alat musik untuk mengiringi pada awalnya menggunakan accordian, gong, gendang melayu, biola hingga seruling.
Tari tradisional Sumatera Selatan kedua sedikit berbeda, karena merupakan tari yang mengungkapkan kegembiraan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpa. Tari ini berasal dari daerah Lematang, tepatnya beberapa marga seperti Gumay Lembak, Puntang Suka Merapi, hingga Pasirah.
Kemudian Tari Erai-erai menyebear ke beberapa daerah lain. Erai - Erai berarti serumpun yang memiliki makna dapat saja terpisah, namun tetap memiliki kesamaan dan ikatan.
Tari Erai-Erai diiringi instrumen musik gambus, kemudian berkembang menggunakan instrumen biola dan accordian. Para penari menggunakan baju kurung panjang, kain tumpal perahu yang dilengkapi dengan aksesoris lain seperti anting-anting.
Tari tradisional Sumatera Selatan berikutnya dari wilayah bagian barat Sumatera Selatan yakni Lubuklinggau. Sesuai namanya, Tari Sambu Silampari kini ditampilkan untuk menyambut tamu agung ke wilayah Silampari.
Namun pada awalnya, pada awal kemerdekaan, tari ini awalnya sekelompok orang tua di kampung yang konon memiliki kemampuan tertentu akan memanggil makhluk dari tempat lain untuk menghibur masyarakat di acara atau hajatan masyarakat saat itu. Setelah tari ditampilkan dan hajatan akan selesai, makhluk atau peri yang dipanggil akan pergi dengan sendiri.
Tari tradisonal Sumatera Selatan satu ini memiliki kemiripan dengan tari serupa di China. Hal ini tidak terlepas dari akulturasi budaya yang sudah terjadi sejak masa Kerajaan Sriwijaya, perantau dari China sudah biasa datang dan menetap di Palembang.
Tari Tanggai berkembang di seluruh Sumatera Selatan, dan pada abad ke-5 Masehi, Tari Tanggai merupakan tari yang sakral karena pengantar sesajian persembahan kepada dewa. Karenanya penari membawa sesajian buah dan beraneka bunga.
Disebut Tari Tanggai, karena penari menggunakan tanggai atau kuku panjang, berupa alat yang dipasang di delapan jari selain jempol. Para penari akan melentikkan jari-jari yang menggunakan tanggai.
Kini Tari Tanggai juga ditampilkan untuk menyambut tamu agung dan hiburan di pesta pernikahan. Para penari menggunakan busana aesan gede dan membawa tepak.
Tari tradisional Sumatera Selatan satu ini disebut Tari Kebagh atau juga disebut Tari Kebar. Tari ini berasal dari Basemah, suku di wilayah Kota Pagarlam. Tari ini bisa ditampilkan oleh seorang penari atau lebih yang digunakan untuk acara penyambutan tamu.
Tari ini diciptakan warga Basemah untuk menyambut dan menghibur tamu ada saat itu. Namun ada juga yang percaya legenda tari ini awalnya ditampilkan bidadari yang menjadi istri Serunting Sakti atau lebih dikenal dengan Si Pahit Lidah.
Kini Tari Kebagh selain untuk penyambutan tamu yang datang ke Pagaralam juga sering ditampilkan di pesta pernikahan. Tarian ini diiringi alat musik tradisonal yakni kenong dan rehab dan biasanya digelar di tempat terbuka.
Tari tradisional Sumatera Selayan yang paling populer dan sering dipentaskan di berbagai kegiatan atau hajatan yakni Tari Gending Sriwijaya. Hampir setiap kegiatan pemerintahan yang dihadiri peserta atau tamu dari berbagai daerah, dipastikan Tari Gending Sriwijaya ditampilkan.
Tari Gending Sriwijaya diciptakan pada masa penjajahan Jepang. Petinggi Jepang pada masa itu meminta dibuatkan tarian untuk menyambut tamu yang datang ke Keresidenan Palembang. Tari Gending Sriwijaya diciptakan dengan mengadopsi unsur tari-tari yang sudah ada saat itu.
Tari Gending Sriwijaya dipentaskan sembilan penari yang terdiri atas tujuh perempuan dan dua pria di bagian belakang sambil membawa payung atau senjata berupa tombak. Sementara tujuh perempuan membentuk pola seperti piramid, dan satu penari paling depan membawa tepat berupa kota berisi kapur dan siri yang akan diberikan kepada tamu agung atau terhormat.
Hingga kini, Tari Gending Sriwijaya yang pernah dilarang pada pemerintahan orde lama, kini seakan menjadi tari wajib dalam acara atau kegiatan besar di Sumatera Selatan. Hanya saja, terkadang jumlah penarinya hanya tujuh orang perempuan.
Demikian daftar tari tradisional Sumatera Selatan yang masih sering ditampilkan dalam berbagai kegiatan.
Editor: Berli Zulkanedi