Dirinya mengatakan, bahwa pemblokiran rekening yang dilakukan ketiga bank BUMN tanpa sepengetahuan maupun seizin pihak perusahaan maupun kliennya itu tidak memiliki dasar hukum, dan telah melanggar kewajiban bank terkait penerapan rahasia bank sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat 1 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa bank wajib merahasikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Selain itu, kata Alex, berdasarkan pasal 25 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/7/POJK.07/2013 Tanggal 6 Agustus 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga disebutkan bahwa bank selaku lembaga jasa keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana atau aset konsumen yang berada dalam tanggung jawab bank selaku pelaku usaha jasa keuangan.
"Jadi, dengan adanya kewajiban bank tersebut maka seharusnya konsumen mendapat kepastian berupa keamanan simpanan, dana atau aset yang dimiliki pada bank," ucapnya.
Apalagi, lanjut Alex, selama menjadi nasabah di ketiga bank BUMN itu, PT. Campang Tiga dan kliennya merupakan konsumen yang tidak pernah menyalahi aturan yang dibuat oleh bank. "Dengan adanya pemblokiran tersebut, otomatis klien kami mengalami kerugian material maupun immaterial, yang mana uang tersebut digunakan untuk pembiayaan operasional dan juga gaji karyawan PT. Campang Tiga milik klien kami, sehingga mengganggu operasional perusahaan," katanya.
Alex mengatakan, berdasarkan pasal 71 ayat 1-7 UU TPPU tentang pemblokiran, itu dilakukan paling lama 30 hari kerja, dan selanjutnya dalam jangka waktu pemblokiran berakhir, pihak pelapor (penyidik) wajib mengakhiri pemblokiran demi hukum. Dalam hal ini, harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada pihak pelapor yang bersangkutan.
"Namun, kenyataannya sampai dengan berakhirnya batas waktu pemblokiran yang ditentukan oleh undang-undang, pihak pelapor incasu yaitu penyidik dalam hal ini tidak mengakhiri pemblokiran rekening klien kami, tapi justru meningkatkan pemblokiran tersebut menjadi penyitaan. Berdasarkan UU TPPU, perbuatan itu jelas melanggar aturan yang ada alias merampas hak orang lain tanpa dilidungi undang-undang," jelasnya.
Seperti diketahui, pemilik perusahaan Kelapa Sawit PT Campang Tiga, Mularis Djahri, dituding secara tidak sah mengerjakan, menggunakan, dan menguasai lahan perkebunan di areal perkebunan tebu PT Laju Perdana Indah (LPI) di Kecamatan Cempaka, OKU Timur, Sumsel.
Menanggapi tudingan tersebut, dirinya menjelaskan bahwa PT Campang Tiga merupakan pemegang sah izin lokasi usaha perkebunan kelapa sawit seluas 12.000 hektare di Desa Campang Tiga Ilir, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor: 232/KPTS/693/1/2004 Tahun 2004, dan perpanjangan pada 6 Desember 2007.
"Sedangkan PT LPI yang menurut penyidik dalam laporan model A ini adalah pemilik lahan yang tidak memiliki izin lokasi di Desa Campang Tiga Ilir," kata Mularis.
Editor : Berli Zulkanedi
Artikel Terkait