Sebanyak 25 calon tunggal menang melawan kotak kosong di Pilkada 2020. (Foto: sindonews)

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opionion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai calon tunggal di pilkada serentak ini menjadi preseden buruk bagi kontestasi demokrasi. Dedi mengatakan, sekurang-kurangnya ada dua hal kenapa fenomena calon tunggal menjadi preseden buruk demokrasi. Pertama, dominasi parpol melalui ambang batas terbukti mengikis akses politik kesetaraan sehingga sulit muncul kontestan di luar kelompok dominan.

Kedua, lanjut Dedi, demokrasi tidak lagi akomodatif untuk semua orang. Terbukti hanya kekuatan politik yang memiliki kekuatan modal politik yang bisa bertarung. "Ini juga mengindikasikan adanya monopoli kekuasaan dan itu buram bagi demokrasi sekaligus regenerasi kepemimpinan politik di daerah," kata Dedi.

Analis politik UIN Jakarta Bakir Ihsan menilai meski belum ada aturan yang mengatur secara ketat, fenomena calon tunggal mengurangi kesempatan masyarakat untuk memilih banyak calon pilihan. 

 “Dampak terburuknya bagi masyarakat adalah matinya kesempatan masyarakat untuk mempunyai pilihan terbaik di antara calon yang ada untuk memimpin dan membangun daerahnya," ujar Bakir.


Editor : Berli Zulkanedi

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3 4
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network