Nama-Nama Rumah Adat di Sumatera Selatan, Nomor 2 Pernah Tercetak di Uang Kertas
PALEMBANG, iNews.id - Nama-nama rumah ada di Sumatera Selatan cukup beragam. Namun sebagian besar rumah adat di Sumatera Selatan (Sumsel) terbagi dalam dua bagian yakni uluan dan iliran.
Uluan maksudnya masyarakat yang mendiami bagian hulu sungai. Seperti diketahui, Sumsel dialiri sembilan sungai besar yang semuanya bermuara ke Sungai Musi di Palembang yang disebut ilir atau iliran.
Warga Palembang yang merantau ke Palembang ketika hendak pulang kampung disebut mudik, karena ke bagian hulu sungai. Begitu pun sebaliknya, warga bagian hulu di kabupaten seperti Musi Rawas dan Komering, ketika ke Palembang disebut ilir.
Kondisi geografis itu mempengaruhi bentuk dan fungsi rumah adat. Mengutip sejumlah sumber, berikut nama-nama rumah ada di Sumatera Selatan:
Rumah rakit dipekirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya menguasai daerah ini. Warga dari bagian hulu sungai mendatangi daerah ini di bagian hilir sungai membawa berbagai hasil bumi untuk dijual. Mereka membawa hasil bumi menggunakan rakit besar yang terbuat dari hasil hutan seperti kayu dan bambu yang mengambang di atas air.
Rakit yang dibuat dapat menampung banyak orang dan barang, serta terlindungi dari panas dan hujan. Setiba di bagian hilir atau Palembang, rakit tersebut tidak dibawa kembali, bahkan dijadikan tempat tinggal dengan ditambatkan pada kayu atau tonggak besar di pinggir sungai.
Pada perkembangannya pada masa kesultanan, konon rumah rakit dibuat oleh pendatang yang tidak memiliki tanah. Pendatang dari berbagai daerah yang hendak menetap di Palembang namun tidak memiliki tanah, sehingga mendirikan tempat tinggal di atas air atau rumah rakit.
Nama rumah adat di Sumatera Selatan satu ini paling popular. Di banyak tempat di Kota Palembang mudah ditemukan rumah limas. Rumah limas juga terdapat di uang kertas pecahan Rp10.000.
Rumah limas tidak hanya berfungsi sebagai hunian saja, rumah limas juga mengajarkan banyak nilai-nilai kehidupan. Di setiap sudut rumah berbentuk panggung dan beratap limas, terkandung filosofi keseimbangan antara manusia, alam dan Tuhan Yang Maha Esa.
Rumah Limas awalnya dibangun sekitar tahun 1830 oleh Kepala Suku Bangsa Arab di masa Kolonial Belanda yang bernama Syarif Abdurrahman Al-Habsy. Banyak etnis yang terlibat dalam pembangunan Rumah Limas, seperti etnis Melayu, Jawa, Islam hingga Tionghoa.
Namun Rumah Limas yang dibangun di masa Kesultanan Palembang Darussalam tersebut, juga sarat akan nilai-nilai budaya Islam. Tiang-tiang kokoh yang menyangga bagian bawah Rumah Limas pun menggambarkan bagaimana hunian ini beradaptasi dengan kontur daerah Palembang. Di masa lalu, hingga 75 persen kawasan Palembang merupakan rawa atau perairan.

Di dalam Rumah Limas, ada berbagai tingkatan yang juga sarat akan filosofi kehidupan. Tingkat pertama disebut pagar tenggalong, tingkatan kedua disebut Jogan, yang menjadi ruang penjagaan untuk prajurit.
Tingkatan ketiga yaitu ruang gegajah, di mana ruangan ini khusus untuk tamu kehormatan atau orang yang dituakan. Lalu, di tingkatan ke empat yaitu ruang kerja yang digunakan untuk memasak, menenun dan aktifitas lainnya. Sedangkan tingkatan ke lima disebut Sesimbur Pengantin, yang biasanya lebih dekat dengan sumber air. Tingkatan ini juga biasanya digunakan untuk toilet di masa lalu, agar bisa lebih dekat dengan Sungai Musi.
Beberapa wilayah juga hanya menyebut rumah ini sebagai rumah gudang. Rumah adat ini masih satu rumpun dengan rumah limas yang mana tergolong sebagai rumah iliran, namun juga terdapat di beberapa daerah ulu seperti Kabupate Musi Rawas.
Sebagai contoh, di Desa Maru Baru, Kecamatan Rupit, Musi Rawas Utara (Muratara) terdapat satu rumah adat cara gudang yang masih berdiri. Namun kondisinya mulai usang butuh perbaikan.

Rumah adat cara gudang juga berbentuk rumah panggung, namun atapnya berupa perisai.
Menurut sejarahnya, rumah cara gudang lebih banyak digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat kalangan biasa. Bagian bawah rumah dijadikan gudang tempat menyimpan hasil bumi dan ladang.
Rumah Ulu Besemah juga disebut rumah adat ghumah baghi. Jenis rumah adat ulu Besemah ini bukan lagi rumah adat iliran, melainkan rumah adat uluan di sekitar bukti barisan seperti di wilayah Pagaralam.
Bentuknya hampir sama dengan rumah adat Sumatera Selatan lainnya yakni berupa rumah panggung atau bertiang. Tiang-tiangnya dibuat dari kayu berkualitas baik ditempatkan di atas batu.
Bentuk dari atapnya berupa atap pelana dengan ukuran yang cukup tinggi, serta sedikit melengkung. Konon, atap tersebut mempunyai bentuk perpaduan dari rumah gadang dari Minangkabau dan rumah jabu bolon dari Batak.

Rumah Ulu Semende atau rumah baghi Semende merupakan rumah adat dari suku Semende atau Semendo di Muara Enim. Rumah adat satu ini juga berupa rumah panggung dan memiliki kemiripan dengan Rumah Ulu Besemah yakni bentuk atap yang melengkung. Namun perbedaannya, rumah adat ulu Semende punya lebih banyak jendela dibandingkan rumah adat ulu Besemah.
Sesuai dengan namanya, rumah adat ulu Ogan milik Suku Ogan yang mendiami wilayah sekitar Sungai Ogan. Pada bagian atap, ada teritisan atau atap tambahan pada bagian depan rumah dan samping. Atap teritisan ini ditopang oleh tiang tinggi. Hal ini membuat jumlah tiang pada rumah ulu Ogan jumlahnya lebih banyak.
Rumah Ulu Komering masih menjadi bagian dari rumah adat uluan. Umumnya, rumah adat Sumatera Selatan ini bisa ditemukan di tepian Sungai Komering. Bentuknya juga merupakan modifikasi dari rumah ulu Besemah.
Modifikasi tersebut ditemukan pada bagian atap yang tidak melengkung. Selain itu, tiangnya langsung ditanam ke tanah, tidak seperti rumah ulu Besemah tiangnya ditempat pada batu.
Rumah Lamban Tuha menjadi rumah adat Sumatera Selatan uluan yang berasal dari suku Ranau yang mendiami wilayah OKU Selatan. Ciri khas dari rumah adat ini ada pada atapnya yang tinggi berbentuk pelana. Selain itu, rumah ini menggunakan dua sistem pondasi sekaligus yakni sistem ari dan kalindang.
Penggunaan dua sistem pondasi karena rumah ini memiliki banyak ruangan dengan fungsi masing - masing. Bentunya masih berupa panggung dengan tiang ditempat pada batu sebagai alas.
Demikian ulasan mengenai nama-nama rumah ada di Sumatera Selatan yang dirangkum dari beberapa sumber seperti sindonews dan tambahpinter.
Editor: Berli Zulkanedi