Aktivitas Penyerapan APBD di Sumsel Dinilai Masih Lamban
PALEMBANG, iNews.id - Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menyebutkan realisasi pendapatan daerah Sumsel lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja daerah di awal tahun ini. Adapun belanja juga didominasi dengan pengeluaran untuk pegawai.
Kepala Kanwil DJPb Sumsel, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, hingga akhir Januari 2022 lalu, pendapatan daerah di Provinsi Sumsel sebesar Rp1,56 triliun atau baru 3,99 persen dari nilai pagu yang yang ditargetkan yakni mencapai Rp39,1 triliun.
"Realisasi pendapatannya lebih besar dibanding dengan realisasi belanja daerah yang baru sebesar Rp691,92 miliar atau 1,74 persen," ujar Lydia, saat press rilis APBN Tahun 2022 periode Januari secara virtual, Rabu (23/2/2022).
Menurutnya, pendapatan APBD Provinsi Sumsel Rp1,56 triliun atau 3,99 persen tersebut didominasi dari pendapatan dana transfer. Kemudian realisasi pendapatan tertinggi yakni di Kota Prabumulih dengan besaran realisasi 9,8 persen, diikuti Pagaralam sebesar Rp 8,36 persen.
Untuk belanja APBD Provinsi Sumsel sebesar Rp691, 92 miliar didominasi pada sektor belanja pegawai. Sedangkan, penyerapan belanja daerah terbesar yakni di Banyuasin sebesar 5,56 persen dan Musi Banyuasin sebesar 3,4 persen.
"Dukungan dana pusat melalui TKDD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan di Provinsi Sumsel. Pada beberapa daerah seperti Muratara, Pali, OKU Selatan dan Lahat, data pendapat dan belanjanya masih kosong, kemungkinan belum terupdate diaplikasi saja," katanya.
Lydia juga meminta agar pemerintah daerah berkomitmen untuk menginput data di dalam sistem yang sudah disediakan. Karena terlihat masih kurangnya komitmen dari Pemda untuk menginput dalam sistem yang disediakan, sedangkan yang dilihat hanya data yang terinput di sistem.
"Untuk serapan belanja kami mengimbau jangan jadikan Covid-19 sebagai alasan. Kita sudah 2 tahun pandemi Covid-19, maka sudah ada pembelajaran bagaimana kegiatan pemerintahan bisa dijalankan saat pandemi dan tidak dijadikan alasan rendahnya serapan belanja," katanya.
Dijelaskan Lydia, belanja barang tahun ini ada 10,69 persennya yang merupakan belanja barang yang diserahkan ke masyarakat seperti penyediaan akses rumah layak huni dan untuk rehab, serta yang lainnya. "Jadi, infrastruktur, konektivitas, aksesibilitas dan sesuai tema kemandirian pangan," katanya.
Editor: Berli Zulkanedi