2 Eks Wagub Sumsel Ngaku Tak Dilibatkan Jual Beli Gas yang Menjerat Alex Noerdin

PALEMBANG, iNews.id - Dua mantan Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Selatan (Sumsel) dihadirkan menjadi saksi atas dugaan kasus korupsi pembelian gas bumi BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel tahun 2010-2019 yang menjerat mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin. Keduanya yakni Eddy Yusuf Wagub Sumsel periode 2008-2013 dan Ishak Mekki Wagub Sumsel 2014-2018.
Dalam persidangan, Eddy Yusuf mengatakan, jika jabatan yang diemban saat itu juga merupakan sebagai Ketua Badan Pengawas (Banwas) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PDPDE Sumsel.
"Selama menjabat sebagai Wagub dan Ketua Banwas BUMD, saya tidak pernah dimintai pertimbangan kebijakan, meskipun seharusnya Banwas dimintai petimbangan terkait PDPDE Sumsel tersebut. Bukan hanya itu, saya juga tidak tahu kalau ternyata ada perusahaan patungan antara PDPDE Sumsel dan PT DKLN hingga terbentuk PDPDE Gas," ujarnya, Kamis (11/2/2022) malam.
Menurut Eddy, saat dirinya menjabat sebagai Wagub yang ada hanyalah laporan pekerjaan rutin biasa yang diterimanya dari anggota Banwas BUMD, yakni Staf Biro Hukum dan Otonomi serta Biro Perekonomian. "Saya terima hanya laporan rutin biasa, kemudian saya baca lalu saya teruskan kembali kepada Pak Gubernur Alex Noerdin," katanya.
Sebagai Ketua Banwas BUMD, Eddy mengaku, jika dirinya tidak memiliki wewenang, karena semuanya langsung dilakukan oleh gubernur. "Untuk itu saya tidak tahu, tidak mendengar dan tidak memahami tentang PDPDE Gas dan PT DKLN. Bahkan terkait izin prinsip gas PDPDE Sumsel saya selaku Ketua Banwas BUMD juga tidak pernah dimintai pertimbangan," katanya.
Selain itu, kata Eddy, selama menjabat sebagai Wagub Sumsel dirinya juga tidak pernah melihat nota kesepahaman dan proposal permohonan pembentukan perusahaan patungan.
"Alex Noerdin selaku gubernur juga tidak pernah menyampaikan terkait hal itu kepada saya. Bukan hanya itu, saya juga tidak pernah dimintai pertimbangan soal bagi hasil PDPDE Sumsel. Bahkan, saya tidak pernah dimintai pertimbangan terkait Alex Noerdin menyetujui melepas sebagian saham PDPDE," katanya.
Wagub Sumsel periode 2014-2018, Ishak Mekki mengatakan, dirinya yang juga merupakan Ketua Banwas BUMD juga tidak pernah dimintai pertimbangan terkait pengelolaan PDPDE Sumsel.
"Selama saya menjabat sebagai Wagub Sumsel, saya tidak tahu dan tidak pernah diberitahu adanya perusahaan patungan antara PDEDE Sumsel dan PT DKLN yakni PDPDE Gas," ujarnya.
Terkait pelepasan saham, lanjut Ishak Mekki, dirinya juga tidak pernah dimintai pertimbangan oleh Alex Noerdin selaku gubernur saat itu. "Yang ada hanya laporan soal pergantian komisaris, itupun saya tahu dari laporan yang masuk. Jadi saya tidak pernah dimintai pertimbangan," katanya.
Disinggung Majelis Hakim terkait apakah dirinya kala itu menerima laporan keuangan dari PDPDE Sumsel, Ishak Mekki menegaskan bahwa dirinya juga tidak ada menerima laporan keuangan tersebut.
"Saya tidak pernah menerima laporan keuangan. Bahkan saya tahu adanya permasalahan penjualan gas PDPDE Sumsel setelah ada pemberitaan di media. Dimana masalah yang terjadi, dikarenakan PDPDE Sumsel yang merupakan BUMD hanya mendapat bagi hasil 15 persen, sedangkan PT DKLN dan PDPDE Gas mendapat bagi hasil 85 persen," katanya.
Dalam persidangan yang diketuai Hakim Abdul Aziz, hakim juga menanyakan soal honor yang diterima oleh Eddy Yusuf dan Ishak Mekki saat menjabat sebagai Ketua Banwas BUMD. "Soal honor memang ada, kami terima 3 bulan sekali, dan saya lupa nominalnya berapa," kata Eddy Yusuf.
Isak Mekki pun mengatakan jika honor tersebut memang ada. "Ya, saya menerima honor itu," ujarnya.
Terkait nominal honor Ketua Banwas BUMD tersebut, Ketua Hakim Abdul Aziz kembali mengungkap besaran angka honor Ketua Banwas BUMD. "Honor saudara satu bulan Rp25 juta, kalau 3 kali saja besar ya Rp75 juta," kata Hakim.
Sementara itu, Hakim Anggota Yoserizal menyatakan, seharusnya Wakil Gubernur yang juga Ketua Badan Pengawas BUMD mengetahui atau diberitahukan terkait penjualan Migas PDPDE Sumsel tersebut.
"Gas bumi tersebut sangat banyak ya, sebesar 15 Million Standard Cubic Feet Per Day (MMSCFD). Jika dikelola dengan baik tentunya dapat masuk PAD, yang tentunya sangat membantu untuk kesejahteraan daerah," kata Hakim.
Editor: Berli Zulkanedi