Menurut Asmawi, oknum yang bertindak sebagai broker tersebut juga selalu menggandeng Ketua KTH yang juga sebagai pemilik kebun sawit untuk membawa proposal permohonan izin perhutanan sosial langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Sebagai tindak lanjut Pengajuan Permohonan KTH, Kementerian Lingkungan Hidup telah membentuk Tim Verifikasi Teknis yang terdiri dari beberapa unsur. Dan dari hasil verifikasi tim teknis sebagian besar KTH yang mengajukan itu bukan berasal dari desa setempat dan hanya merupakan pekerja kebun," ucapnya.
Selain itu, kata Asmawi, terdapat kebun sawit milik perorangan yang luasnya mencapai ratusan hektare yang telah mengajukan permohonan pengajuan perhutanan sosial, namun ditolak untuk dipertimbangkan oleh tim verifikasi. Ada juga dikeluarkan izinnya, meski berada di kawasan hutan lindung.
"Di Sumsel, ada sebanyak 58 KTH yang mengajukan permohonan persetujuan perhutanan sosial pada tahun 2021 lalu. Seperti dari Kabupaten Banyuasin, ada 14 KTH yang mengajukan Permohonan. Setelah dilakukan verifikasi hanya ada beberapa KTH yang dikeluarkan izinnya," katanya.
Dijelaskan Asmawi, sebetulnya pihak yang mengajukan itu pemilik kebun perorangan yang menggarap hutan lindung sejak lama dengan luas ratusan hektare.
"Contohnya seperti KTH Mulya Makmur yang berlokasi di Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin. Setelah dilakukan verifikasi, ternyata anggota KTH ini bukan warga Bunga Karang, melainkan sebagai pekerja kebun di sana. Dari Verifikasi itu juga, ternyata areal yang diajukan adalah kawasan hutan lindung yang sudah ditanami Kelapa Sawit," katanya.
Editor : Berli Zulkanedi
Artikel Terkait