Penjual kelesan tersebut berjualan di sekitar Masjid Agung Palembang dan akrab dipanggil 'apek atau empek', penjualannya menggunakan sepeda sehingga dengan cepat kelesan (pempek) menjadi panganan publik.
"Maka informasi yang menyebut pempek dijual sejak masa Kesultanan Palembang abad ke 16 itu juga keliru, karena jalan darat baru dibangun Belanda pada abad ke 16, sebelum itu orang-orang mengandalkan perahu," ucapnya.
Vebri berharap koreksi terkait sejarah pempek dapat memberikan pemahaman ke seluruh Indonesia karena pempek telah didaftarkan ke Kemendikud untuk diusulkan menjadi Warisan Dunia Unesco.
"Pengusulannya ke Unesco wewenang Kemendikbud, pempek statusnya masih antre sembari melengkapi kekurangan syarat-syaratnya," ujar Vebri.
Editor : Berli Zulkanedi
Artikel Terkait