Sejarah Jembatan Ampera, Ikon Wong Palembang di Atas Sungai Musi

PALEMBANG, iNews.id - Sejarah Jembatan Ampera menarik untuk diulas. Jembatan Ampera atau disebut juga Jembatan Musi merupakan ikon Kota Palembang yang membentang di atas Sungai Musi, salah satu sungai terpanjang di Indonesia.
Jembatan Ampera memiliki panjang 1.117 meter dan lebar 22 meter. Tinggi Jembatan Ampera dari atas permukaan air 11,5 meter. Sementara ketinggian menara mencapai 63 meter dari tanah. Jarak antar-menara sekitar 75 meter dan berat berkisar 944 ton.
Pada awalnya, Jembatan Ampera di bagian tengah dapat diangkat agar kapal besar bisa melintas. Namun aktivitas pengangkatan itu dihentikan pada 1970 dengan alasan kelancaran lalu lintas di atasnya. Selanjutnya pada 1990, bandul pemberat untuk pengangkatan bagian tengah dilepaskan dengan alasan keamanan.
Jembatan Ampera dibangun pada 1962 di masa pemerintahan orde lama. Jembatam Ampera dibangun menggunakan dana rampasan perang dari Jepang. Selain itu, konstruksi jembatan juga dilakukan oleh perusahaan dan ahli dari Jepang.
Pembangunan berlangsung selama tiga tahun dan diresmikan tepat pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 1965 oleh Gubernur Sumsel saat itu Brigjen Abujazid Bustomi.
Awalnya jembatan tersebut diberi nama Jembatan Bung Karno, sebagai ungkapan terima kasih kepada Presiden Soekarno yang telah mendukung dan berjuang untuk mewujudkan pembangunan jembatan yang menghubungkan Palembang Ilir dengan Palembang Ulu.
Namun kemudian, tidak lama setelah diresmikan terjadi pergolakan yang berujung anti Soekarno. Akhirnya jembatan tersebut berubah nama menjadi Jembatan Amanat Perjuangan Rangkat (Ampera), sebuah slogan yang sering disampaikan dalam aksi aktivis saat itu.
Rencana pembangunan jembatan untuk menyatukan Palembang yang dibelah Sungai Musi sebenarnya sudah ada sejak masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1924. Namun hingga Belanda meninggalkan nusantara jembatan tidak kunjung dibangun dengan berbagai kendala, salah satunya krisis keuangan yang membuat Belanda menghentikan semua proyek besar termasuk jembatan di Sungai Musi.
Kemudian pada awal kemerdekaan, gagasan membangun jembatan ini kembali muncul. Pemerintah daerah bersama tim berangkat ke Jakarta menghadap Presiden Soekarno untuk mengusulkan pembangunan jembatan di atas Sungai Musi.
Presiden Soekarno memberikan dukungan dengan syarat dibangun taman di sekitar jembatan, yang salah satunya dikenal dengan Taman Nusa Indah. Dalam proses pembangunannya, beberapa bangunan peninggalan Belanda di bagian ilir serta rumah warga di bagian ulu terpaksa dibongkar.
Setelah Jembatan Ampera berdiri, aktivitas transportasi dan perdagangan Palembang berubah. Aktivitas perdagangan di sekitar Pasar 16 Ilir yang awalnya sebagian di pasar apung menggunakan perahu, menjadi menetap di darat di Pasar Benteng di sekitar Benteng Kuto Besak (BKB).
Kini, Jembatan Ampera menjadi ikon Palembang dan bahkan Sumsel. Karenanya ada istilah, belum ke Palembang jika belum berfoto di Jembatan Ampera.
Jembatan Ampera juga menjadi pusat atau titik kumpul bagi warga Palembang dalam merayakan hari-hari tertentu, seperti perayaan malam pergantian tahun, mengamati fenomena gerhana matahari hingga Salat Idul Fitri dan Idul Adha.
Pada akhir 2022, Jembatan Ampera kembali menjadi perbicangan terkait rencana pemasangan lift pada menara yang menuai pro kontra. Sejumlah pihak yang kontra mempertibangkan sisi keamanan jembatan yang sudah berusia lebih dari setengah abad ini.
Demikian sejarah Jembatan Ampera yang juga disebut Jembatan Musi, ikon Kota Palembang, Sumsel. Sudahkah Anda berfoto di Jembatan Ampera?
Editor: Berli Zulkanedi