get app
inews
Aa Text
Read Next : Belum Satu Juta, Segini Capaian Vaksinasi Covid-19 di Sumsel 

Hamas Perang dengan Militer Zionis, 43 Warga Gaza Diduga Jadi Mata-Mata Israel

Sabtu, 29 Mei 2021 - 15:51:00 WIB
Hamas Perang dengan Militer Zionis, 43 Warga Gaza Diduga Jadi Mata-Mata Israel
Para personel Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas di Jalur Gaza, Palestina. (Foto: Reuters)

GAZA, iNews.id - Hamas dan Israel telah menyepakati gencatan senjata yang berujung saling klai kemenengan antara kedua pihak. Di bagian lain, terungkap jika puluhan warga Gaza diduga menjadi sumber informasi atau mata - mata Israel. 

Situs web Arabic Post mengungkapkan pada 18 Mei, saat Jalur Gaza dibombardir militer Zionis, bahwa Unit Keamanan dan Perlindungan yang berafiliasi dengan Hamas di Gaza meretas komputer intelijen Israel dan mendapatkan nama puluhan orang menjadi agen mata-mata untuk Israel.

Unit itu menangkap 43 orang di Gaza atas tuduhan mata-mata untuk Israel. Situs berita Shehab Agency yang berafiliasi dengan Hamas melaporkan sehari sebelumnya bahwa sejumlah informan menyerahkan diri ke unit tersebut.

Sementara itu, di Jalur Gaza, telah beredar berita tentang dimulainya persidangan terhadap para kolaborator di pengadilan lapangan militer yang berafiliasi dengan Komisi Keadilan Militer Palestina dan didirikan sesuai dengan Undang-Undang Pidana Revolusioner PLO 1979.

Pasal 133 undang-undang tersebut menetapkan bahwa setiap warga Palestina yang bersekongkol dengan negara asing atau menghubunginya untuk menghasut agresi terhadap negara atau menyediakan sarana untuk agresi tersebut dihukum dengan kerja paksa.

Pasal tersebut menetapkan bahwa tindakan tersebut dapat dihukum dengan eksekusi (hukuman mati) jika memiliki akibat. "Setiap warga Palestina yang bersekongkol dengan musuh atau menghubunginya untuk berkolaborasi dengannya dengan cara apa pun untuk mencapai kemenangan atas negara (musuh) akan dihukum dengan eksekusi," bunyi pasal tersebut.

Media Timur Tengah, Al-Monitor, dalam laporannya hari Jumat (28/5/2021), mencoba mendapatkan komentar dari departemen media Brigade Izzuddin al-Qassam—sayap militer Hamas—tentang persidangan di pengadilan lapangan militer di Gaza, tetapi tidak berhasil.

Media itu juga mengaku menghubungi beberapa organisasi hak asasi manusia saat serangan Zionis berlangsung, namun beberapa organisasi itu memilih menolak mengomentari masalah tersebut karena sensitivitasnya, terutama pada saat Gaza berada di bawah pemboman Israel.

Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata pada 20 Mei, mengakhiri perang berdarah 11 hari yang menewaskan lebih dari 230 warga Palestina dan 12 warga Israel.

Sebuah sumber informasi yang terkait dengan kelompok perlawanan Palestina mengonfirmasi kepada Al-Monitor dengan syarat anonimitas bahwa tidak ada keputusan resmi yang dikeluarkan untuk mengadili para kolaborator tersebut sebelum pengadilan lapangan militer digelar. Sumber itu menyangkal laporan tentang dimulainya persidangan.

Mohammed Abd al-Wahhab, seorang peneliti lapangan di Pusat Hak Asasi Manusia Palestina, mengatakan kepada Al-Monitor bahwa Undang-Undang Pidana Revolusioner PLO tahun 1979 mengesahkan persidangan sebelum pengadilan lapangan militer dalam kasus-kasus khusus.

Hakimnya, kata dia, adalah perwira senior yang memiliki pengalaman di bidang hukum.

Dia menekankan bahwa pengadilan tersebut dibentuk untuk mengadili anggota polisi atau personel keamanan saja, bukan warga sipil.

"Undang-undang Pidana Revolusioner tidak membedakan antara warga sipil dan anggota militer dalam hal pengadilan khusus ini, tetapi setelah munculnya Otoritas Palestina (PA) pada tahun 1994, telah menjadi kebiasaan bahwa pengadilan militer lapangan didirikan hanya untuk penuntutan (terhadap) polisi dan anggota keamanan," kata Abd al-Wahhab.

Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa undang-undang menetapkan persyaratan untuk memungkinkan persidangan ini, termasuk dikeluarkannya keputusan oleh panglima tertinggi angkatan bersenjata, yang dalam kasus Palestina adalah Presiden Mahmoud Abbas.

“Abbas tidak dapat menyetujui pengadilan semacam itu (terhadap warga negara, mengingat perjanjian internasional tentang hukuman mati yang dia tandatangani). Oleh karena itu, setiap laporan bahwa persidangan kolaborator (di Gaza) diadakan sesuai dengan UU Pidana Revolusioner adalah tidak benar," ujarnya.

Editor: Berli Zulkanedi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut