Edhy mengaku jika dirinya berniat melakukan korupsi, hal itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan perizinan kapal ikan yang dikeluarkannya.
"Kalau mau mencari korupsi, kalau memang niatnya, kenapa ditempat hal yang baru. Banyak peluang korupsi, anda lihat izin kapal yang saya kekuarkan ada 4.000 izin dalam waktu 1 tahun saya menjabat. Bandingkan yang tadinya izin sampai 14 hari saya bikin hanya 1 jam. Tanya sama pelaku usahanya, jangan tanya ke saya," ungkapnya.
Diketahui KPK telah menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka suap ekspor benur. Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
Editor : Berli Zulkanedi
Artikel Terkait