get app
inews
Aa Text
Read Next : BPOM Sita 7.536 Produk Kosmetik Berbahaya dari 4 Daerah di Sumsel

Tarian Tradisional Sumatera Selatan, Ada yang Pernah Dikaitkan dengan Gerakan 30 September

Selasa, 09 Agustus 2022 - 12:39:00 WIB
 Tarian Tradisional Sumatera Selatan, Ada yang Pernah Dikaitkan dengan Gerakan 30 September
Tari Gending Sriwijaya terus dipentaskan dalam berbagai kegiatan seperti pernikahan dan acara resmi pemerintahan. (Foto: Indonesiakaya)

PALEMBANG, iNews.id - Tarian tradisional Sumatera Selatan menjadi simbol kebudayaan di Bumi Sriwijaya. Tarian tradisional tersebut biasanya digunakan untuk penyambutan tamu atau memeriahkan acara resmi seperti pernikahan, ritual ataupun tradisi lainnya. 

Tarian tradisional Sumatera Selatan ini, walaupun ada yang pernah terkena pelarangan tampil oleh pemerintah, namun terus hidup di tengah masyarakat dan ditampilkan pada acara resmi terutama pernikahan dan kegiatan pemerintahan. Salah satunya yang paling popular dan ditampilkan di acara pernikahan dan kegiatan resmi pemerintahan yakni Tari Gending Sriwijaya.

Cukup banyak tari tradisional Sumatera Selatan, namun ulasan kali ini dibatasi pada sumber tarian tradisional Sumatera Selatan yang tercantum pada daftar warisan budaya takbenda tercatat pada balitbangnovdasumsel. 

1. Tari Gending Sriwijaya

Tari Gending Sriwijaya merupakan tari yang melukiskan kegembiraan saat menerima tamu yang diagungkan. Saat dipentaskan salah satu penari membawa tepak berupa kotak yang berisi kapur sirih yang akan dipersembahkan kepada tamu yang diagungkan. Tamu agung tersebut akan mencicipi kapur sirih sebagai bentuk penghormatan kepada penerima tamu. 

Tari Gending Sriwijaya diiringi Gamelan dan lagu Gending Sriwijaya. Menurut sejarah, Tari Gending Sriwijaya pertama kali dipentaskan dimuka umum pada tanggal 2 Agustus 1945, di halaman Masjid Agung Palembang untuk menyambut kedatangan M. Syafei Ketua Sumatora Tyuo In (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatra) dan Djamaluddin Adinegoro (Ketua Dewan Harian Sumatera). 

Pada awalnya tarian digelarkan sembilan penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai. Namun pada perkembangan saat ini, tarian ini dipentaskan tiga atau lima penari. 

Tari Gending Sriwijaya terinspirasi tahapan sejarah masa lalu. Proses penciptaan Tari Gending Srwijaya dimulai sejak tahun 1943 dan selesai pada tahun 1944. Tari ini diciptakan untuk memenuhi permintaan dari pemerintah (era pendudukan Jepang) kepada Jawatan Penerangan (Hodohan) untuk menciptakan sebuah tarian dan lagu guna menyambut tamu yang datang berkunjung Keresidenan Palembang (sekarang Provinsi Sumatera Selatan).

Pencipta gerak tari (penata tarinya) yaitu Tina Haji Gong dan Sukainan A. Rozak, berbagai konsep dicari dan dikumpulkan dengan mengambil unsur-unsur tari adat Palembang yang sudah ada. Sementara musik atau lagu Gending Sriwijaya diciptakan tahun 1943 tepatnya dari bulan oktober sampai dengan Desember oleh A. Dahlan Muhibat, seorang komposer juga violis pada grup Bangsawan Bintang Berlian di Palembang. Lagu Gending Sriwijaya ini merupakan perpaduan lagu Sriwijaya Jaya, yang diciptakan A. Dahlan M dengan konsep lagu Jepang. Dan untuk syair lagu Gending Sriwijaya diciptakan oleh Nungcik AR.

2. Tari Tanggai 

Tari tanggai merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Palembang dan berkembang di seluruh Sumatera Selatan.  Pada abad ke-5 Masehi, tari tanggai merupakan tari persembahan terhadap dewa siwa dengan menbawa sesajian yang berisi buah dan beranekan ragam bunga, karena ini berfungsi sebagai tari persembahan pengantar sesajian maka tari tanggai pada zaman dahulu di katagorikan tarian yang sakral

Disebut tari tanggai karena setiap penarinya menggunakan property atau alat tanggai di delapan jari (kecuali jempol). Memasuki tahun 1920 Tari Tanggai digunakan untuk mencari jodoh oleh para orang tua di Palembang atau disebut Rasan Tuo.

Tari Tanggai sering ditampilkan dalam menyambut tamu agung dan memeriahkan acara pernikahan. (Foto: Infobudaya)
Tari Tanggai sering ditampilkan dalam menyambut tamu agung dan memeriahkan acara pernikahan. (Foto: Infobudaya)

Pada tahun 1965 terjadi pelarangan Lagu dan Tari Gending Sriwijaya untuk ditampilkan karena alasan politis, yakni Nungcik AR yang berkontribusi pad syair lagu Gending Sriwijaya dituduh terlibat 30 September 1965. Karena itu untuk menyambut kedatangan tamu yang datang berkunjung ke Palembang maka diciptakanlah Tari Tanggai Versi Elly Rudi dengan menggunakan lagu Enam Saudara.

Hingga sekarang Tari Tanggai digunakan untuk menyambut tamu agung yang datang ke Palembang, acara-acara resmi lainnya dan acara resepsi pernikahan. Saat ini Tari Tanggai ditampilkan setelah para tamu agung duduk di tempat yang disediakan. 

3. Tari Erai - Erai 

Tari Erai-Erai merupakan tarian yang tumbuh dan berkembang di Lematang. Daerah asal tarian ini adalah ex marga Gumay Lembak, ex marga Puntang Suka Merapi, ex marga Pasirah IV Manggulyang selanjutnya menyebar ke beberapa daerah yang ada di wilayah Kabupaten Lahat.

Tari Erai-Erai merupakan tari yang mengungkapkan kegembiraan pada saat panen padi. Disebut tari Erai-Erai karena Erai-Erai artinya serai serumpun yang melambangkan meski bercerai-berai namun tetap satu ikatan.

Tari Erai-Erai populer sejak tahun 1950-an ketika beberapa Instrumen musik akustik seperti biola dn akordion mulai merubah wilayah kabupaten Lahat, sebelumnya diiringi instrumen musik gambus/perkusi saja.

Busana yang dipakai penari dalam membawakan tari Erai-Erai yaitu Baju Kurung Panjang, kain tumpal perahu, pending, anting-aning, serta aksesoris penunjang.

4. Tari Sambut Silampari

Tari Sambut Silampari berkembang di era tahun 50-an, masyarakat yang akan mengadakan suatu hajatan, konon tetua-tetua kampung yang memiliki kekuatan supranatural akan memanggil peri dari kayangan turun ke bumi menghibur masyarakat di acara hajatan tersebut. Setelah selesai menari peri-peri tersebut akan kembali ke kayangan dengan sendirinya.

Seiring dengan perkembangan zaman. Tari Sambut Silampari dijadikan sebagai tari penyambutan bagi tamu-tamu agung datang ke Kota Lubuk Linggau.

5. Tari Kebagh 

Tari Kebagh adalah suatu kesenian tradisional Basemah tertua di Kota Pagaralam. Penarinya seorang putri atau lebih. Tari Kebagh digelar pada waktu penyambutan tamu agung atau kehormatan pada acara resmi atau resepsi pernikahan. Tari Kebagh pada zaman dahulu dikategorikan ke dalam tari sakral.

Tari Kebagh berasal dari Desa Besemah Kelurahan Besemah serasan Kota Pagaralam. Tarian ini telah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang telah masuk ke Pagaralam. Tari Kebagh diciptakan oleh para penduduk pada desa Basemah yang waktu itu ingin menunjukkan suatu hiburan dalam rangka menyambut tamu agung atau kehormatan pada acara resepsi pernikahan. Tarian ini diiringi dengan kenong dan rehab dan biasanya digelar di halaman terbuka.

Tari Kebagh adalah suatu kesenian tradisional Basemah tertua di Kota Pagaralam. (Foto: Cinta Indonesia)
Tari Kebagh adalah suatu kesenian tradisional Basemah tertua di Kota Pagaralam. (Foto: Cinta Indonesia)

Tarian ini ditarikan secara beramai-ramai dan berpasang-pasangan di halaman pada malam hari. Gerakan tari kebagh diilhami dari gerak burung Dinang. Burung ini memiliki kebiasaan hidup berkelompok dan memiliki gerakan serta warna yang indah. Sebagian masyarakat Basemah meyakini bahwa tari Kebah pada awalnya ditarikan oleh bidadari yang menjadi istri Puyang Serunting Sakti.

6. Tari Tepak Keraton

Tari Tepak Keraton diciptakan oleh Hj. Anna Kumari pada tahun 1966 selaku pimpinan Tim Kesenian Inmindam IV/Sriwijaya. Tari Tepak Keraton diciptakan dalam rangka penyambutan tamu agung, Bridgen Ishak Juarsa selaku Panglima Kodam IV Sriwijaya.

Tari Tepak Keraton diciptakan karena pada saat itu Tari Gending Sriwijaya dilarang untuk ditampilkan. Komandan Inmindam IV Sriwijaya saat itu, Kolonel Makmur Rasjid memerintahkan Tim Kesenian yang dipimpin Hj. Anna Kumari untuk menciptakan tarian yang akan digunakan untuk menyambut Panglima Kodam IV Sriwijaya yang baru.

Tari Tepak Keraton terinspirasi dari Kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam pada masa dulu dengan keratonnya yang megah berada di lingkungan Benteng Kuto Gawang yang pertama kali didirikan oleh Gde Ing Suro pada abad 16 Masehi. Tari Tepak Keraton menggunakan lagu Enam Bersaudara dan syairnya diciptakan sendiri oleh Hj. Anna Kumari

Tari Tepak Keraton dipersembahkan untuk pertama kali di gubernuran di Jalan Tasik Palembang untuk menyerahkan sekapur sirih kepada Bridgen Ishak Juarsa selaku Panglima Kodam IV Sriwijaya yang baru.

Editor: Berli Zulkanedi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut