Sengketa Lahan di Perbatasan, Aktivitas Petani 2 Kabupaten Terhenti
PALEMBANG, iNews.id - Sengketa tapal batas antara Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Muara Enim yang berlarut menyisakan masalah bagi warga yang tinggal di kawasan perbatasan kedua wilayah tersebut. Konflik antara petani dan perusahaan perkebunan yang sempat mereda kini kembali muncul.
Paisal, Tokoh Masyarakat Desa Bakung, Kecamatan Indralaya Utara, Ogan Ilir mengatakan, lebih dari 400 petani yang tergabung dalam 17 Kelompok Tani Hutan di kedua wilayah perbatasan terpaksa tidak bisa melakukan aktifitas. Lahan yang biasa mereka garap kini dikuasai korporasi.
"Sejak akhir tahun 2021 entah muncul dari mana ada perusahaan yang datang dan memasang patok. Tanaman kami selalu dirusak. Hingga hari ini lima alat berat mengobrak-abrik lahan pertanian kami," ujar Paisal di DPD Rumah Jokowi Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022).
Paisal mengungkapkan, para petani tidak bisa berbuat banyak karena di lokasi yang kini diduduki pihak perusahaan dijaga oleh oknum preman. Dengan kondisi ini, otomatis para petani kebingungan karena tidak bisa bekerja.
"Sebagian besar petani kini beralih menjadi kuli atau buruh kasar. Mereka tidak punya pilihan lain untuk bertahan hidup," kata Paisal.
Paisal bersama perwakilan dari petani mengaku telah mengadukan permasalahan ini kepada aparat pemerintah daerah setempat, namun belum ada tindaklanjut. "Kami telah melapor ke pemda setempat meminta agar masalah ini diselesaikan. Tapi tetap saja seolah suara kami tidak pernah didengar," kata Paisal.
Menurutnya, lahan yang mereka garap berstatus Hutan Penghijauan Kawasan Produktif (HPKP) berada di empat desa wilayah tapal batas. Adapun keempat desa tersebut masing-masing Desa Bakung dan Desa Kabal di Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir, serta Desa Putak, Kecamatan Gelumbang dan Desa Kayu Ara, Kecamatan Muara Belida Kabupaten Muara Enim.
"Terjadi masalah lahan di empat desa dalam dua Kabupaten tersebut merupakan Hutan Penghijauan Kawasan Produktif (HPKP) yang dikuasai oleh negara, tetapi pada kenyataannya diduga oknum pemerintah desa mengatasnamakan masyarakat melakukan jual beli lahan HPKP itu kepada pengusaha untuk penggarapan lahan perkebunan bagi perusahaan," ucap Pasal.
Berdasarkan kronologi disebutkan bahwa pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya Desa Bakung, Kecamatan Indralaya Utara, Ogan Ilir dari rentang waktu 2013-2019 terkait masalah ini sebenarnya sudah menemukan titik terang dan berhasil. Perusahaan yang menggarap lahan tersebut menghentikan kegiatan pembukaan lahan dan meninggalkan lahan HPKP.
Paisal juga mengatakan, bahwa sebenarnya berdasarkan titik nol peta Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA, terdapat Kode 1012 dan itu terletak di wilayah Kabupaten Ogan Ilir. Berdasarkan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Provinsi Sumsel, lahan HPKP tersebut dapat dikelola dan dimiliki oleh masyarakat yang berdomisili di area itu.
Upaya permohonan pelepasan lahan HPKP sudah dilakukan oleh Paisal yang juga Ketua Rumah Jokowu Kabupaten Ogan Ilir kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 27 September 2021 lalu.
Dari laporan tersebut, lanjut Pasal, sebenarnya sudah diinformasikan juga kepada Bupati Ogan Ilir tetapi sampai saat ini belum mendapat petunjuk.
Sementara itu Ketua DPD Rumah Jokowi Sumsel, Bernadette Suzanna Langotukan mengatakan, pihaknya akan berupaya untuk mendesak pihak terkait agar segera mencari solusi atas masalah yang dihadapi oleh para petani.
"Masalah ini akan kami perjuangkan secara legal bukan aksi demo, kami akan sampaikan ini kepada Presiden bahwa di Provinsi Sumsel masih terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan yang mana menurut kami ini tidak sejalan dengan Program Presiden Joko Widodo tentang Reforma Agraria yang bertujuan untuk mewujudkan Nawa Cita," katanya.
Editor: Berli Zulkanedi