Ini Pernyataan Lengkap Komassaku terkait 6 Laskar FPI Mati Ditembak

PALEMBANG, iNews.id - Koalisi Masyarakat Sumsel Anti Kekerasan Terhadap Umat (Komassaku) mengecam peristiwa penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) saat mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS). Komassaku menyatakan lima sikap yang salah satunya mengutuk keras kejadian itu dan meminta dibentuk tim pencari fakta (TPF) independen.
Ketua Forum Umat Islam Sumsel, Ustaz Umar Said mengatakan, bahwa masyarakat Sumsel meminta agar presiden membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen untuk mengetahui kebenaran peristiwa tersebut. "Pembentukan TPF independen perlu dilakukan agar masyarakat menetahui apa yang sesungguhnya terjadi hingga mengakibatkan enam orang laskar FPI meninggal akibat tertembak," ujar Umar Said, Rabu (9/12/2020).
Berikut lima butir sikap Komassaku terhadap pemerintah terkait tertembaknya enam anggota laskar FPI hingga mengakibatkan meninggal dunia :
1. Mengutuk kekerasan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap enam anggota Front Pembela Isiam (FPI) yang sedang mengawal Habib Rizieq Syihab (HRS). Kekerasan yang dilakukan dengan senjata api hingga merenggut enam nyawa terhadap pengawal HRS itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, dan nilai-nilai demokrasi.
2. Sebagaimana diketahui terdapat dua versi yang berbeda yang tersebar luas melalui media massa. Agar masyarakat mendapat informasi yang jelas menenai kematian enam anggota FPI tersebut, maka dipandang perlu Presiden Republik Indonesia membentuk Tim Pencari Fakta Independen (TPFI). Hai ini perlu dilakukan agar negara Indonesia sebagai negara hukum tidak jatuh ke dalam negara kekuasaan.
3. Tim Pencari Fakta Independen itu terdiri dari individu-individu yang memiliki integritas, keahlian dan professional. Mereka boleh saja berasal dari Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kontras, Amnesti Internasional, Perguruan Tinggi, dan Ikatan Doktar Indonesia. Yang penting, TPF itu memiliki mandat, wewenang dan kemudahan akses dalam mengumpulkan fakta-fakta untuk memberikan informasi yang jelas dan terang benderang atas kematian enam anggota FPI tersebut sehingga dapat mengungkapkan kebenaran dibalik tragedi kemanusiaan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Selain itu, TPF juga memiliki kebebasan dalam mengungkapkan temuan-temuan kepada media massa agar masyarakat memperoleh informasi yang benar sekaligus menghindari hoaks.
4. Sebelum terbentuknya TPF, seyogyanya agar para ahli dan atau lembaga hukum dan HAM yang kridibel untuk memberikan pandangan hukum dan atau pandangan Hak Asasi Manusia yang obyektif dan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Tujuannya agar masyarakat memperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam melihat dimensi pelanggaran hukum dan HAM pada kasus ini.
Seperti pandangan hukum tentang penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian yang menyebabkan enam warga negara tewas dalam tragedi kemanusiaan di Tol Jakarta-Cikampek. Hal Ini penting agar senjata yang dibeli dari uang rakyat itu dipergunakan sesuai dengan SOP, bukan untuk kekerasan terhadap warga negara.
Selain itu, perlu juga pandangan hukum mengenai penguntitan terhadap Habib Rizieg Syihab yang dianggap melakukan pelanggaran Protokol Kesehatan dan bukan pelaku teroris sebagaimana diungkapkan pakar hukum tata negara, Rafty Harun. Bahkan, kematian enam lascar FPI itu dinilai telah terjadi tindakan pembunuhan di luar hukum (extra Judicial Killing) yang patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM berat.
5. Mengimbau agar seluruh elemen masyarakat dan pihak-pihak lainnya untuk tidak terpancing dan atau terprovokasi oleh informasi-informasi yang tidak jelas sumbernya untuk menajaga kondusifitas keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa sambil menunggu langkah-langkah penegakan hukum yang berkeadilan.
Editor: Berli Zulkanedi