MUARA ENIM, iNews.id - Sejak 2014 lalu ketika harga karet tidak lagi menarik, Sabtudin (45) petani di Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) merakit dan menjual senpi larang panjang dan pendek serta amunisi. Akibat perbuatannya itu, Sabtudin ditangkap polisi dan terancam hukuman kurungan penjara dalam waktu lama.
Kapolres Muara Enim, AKBP Danny Sianipar melalui Kasatreskrim, AKP Dwi Satya, mengatakan pelaku diamankan saat tengah memproduksi senjata api di rumahnya. Menurutnya, pengungkapan kasus ini atas laporan masyarakat yang resah dengan aktivitas jual beli senjata api rakitan yang dilakukan oleh pelaku. "Petugas juga mengamankan barang bukti sejumlah alat yang digunakan untuk memproduksi senjata api ini," katanya, Selasa (16/3/2021).
Kepada petugas, Sabtudin mengaku belajar senjata api secara otodidak dan meniru pistol mainan. Sedangkan untuk laras panjang, tersangka yang merupakan warga Desa Dangki, Kecamatan Empat Petulai Dangku meniru senapan angin. "Awalnya menggunakan senjata mainan sebagai contoh," katanya.
Adapun untuk senjata api laras panjang, menurutnya hanya memodifikasi dan meniru senapan angin biasa. Sementara untuk jenis pistol atau revolver dibuatnya dari bahan yang dibawa oleh pelanggan."Tergantung pesanan maunya apa. Kalau modifikasi laras panjang biasanya Rp500.000. Tapi kalau pistol sekitar Rp2,5 juta," katanya.
Tak hanya senjata api, Sabtudin pun mampu membuat peluru untuk senjata api tersebut. Bahan baku seperti selongsong dan amunisi pun didapatnya dari pelanggan. "Jadi kalau ada yang minta, akan saya buatkan. Tapi bawa bahannya sendiri," katanya.
Sabtudin mengaku sudah menjalani profesi tersebut sejak tahun 2014. Namun, dirinya tidak mengingat persis berapa pucuk senjata api rakitan yang telah dijualnya. "Pembeli rata-rata masih berasal dari wilayah Sumsel. Membuat satu senjata butuh waktu sekitar satu bulan," katanya.
Menurutnya, bisnis perakitan senjata api ini dilakukannya karena kebutuhan ekonomi. Apalagi sejak beberapa tahun terakhir harga karet tak kunjung membaik. "Hasil karet hanya sekitar Rp400.000 seminggu. Itu pun harus bagi dua dengan pemilik kebun," katanya.
Editor : Berli Zulkanedi
Artikel Terkait