Badai pasir melanda negara-negara di timur tengah. (Foto: Reuters)

WASHINGTON, iNews.id - Badai pasir melanda negara-negara di timur tengah. Langit Dubai hingga Suriah berubah menjadi jingga apokaliptik saat debu dan pasir beterbangan di udara bulan ini.

Ribuan orang membanjiri rumah sakit, karena tidak dapat bernapas dengan baik. Di Suriah, unit medis menimbun tabung oksigen. Bisnis dan sekolah ditutup di Baghdad, sementara Teheran menangguhkan penerbangan dan Kuwait menghentikan lalu lintas maritim.

Badai pasir tidak mengenal batas. Mereka mengancam akan mendatangkan malapetaka di kawasan yang vital bagi ekonomi global, dengan potensi untuk memengaruhi segalanya, mulai dari harga gas di pompa di Amerika Serikat (AS) hingga seberapa cepat pelanggan di Spanyol dapat menerima paket dari China.

Para ahli memperingatkan bahwa fenomena ini semakin memburuk. Ini sebagian didorong oleh perubahan iklim yang membuat lanskap kawasan itu lebih panas dan lebih kering, dan pola cuaca yang melengkung untuk menciptakan badai yang lebih intens.

Timur Tengah adalah rumah bagi tiga jalur air strategis dan hampir setengah dari cadangan minyak dunia yang diketahui. Wilayah ini sangat penting bagi perdagangan global dan pasokan energi.

Sekilas kekuatan destruktif badai terlihat pada Maret 2021, ketika Terusan Suez diblokir selama enam hari oleh sebuah kapal yang terlempar keluar jalur oleh badai pasir, menahan hampir USD60 miliar (Rp877 triliun) dalam perdagangan. Dua belas persen perdagangan global melewati chokepoint itu.

Tapi badai mendatangkan malapetaka terbesar mereka pada kesehatan orang-orang Timur Tengah dan ekonomi mereka. Menurut Bank Dunia, fenomena tersebut merugikan ekonomi kawasan itu sebesar USD13 miliar (Rp190 triliun) per tahun.

Para ahli mengatakan badai pasir merupakan hal yang biasa terjadi sepanjang tahun ini, namun saat ini badai pasir kerap terjadi dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Irak sangat terpukul, dengan badai terjadi hampir setiap minggu pada musim semi ini. Menurut Ali Attiya, seorang profesor ilmu atmosfer di Universitas Mustansiriyah di Baghdad, pada musim semi biasa akan terjadi sekitar satu hingga tiga badai per bulan, tetapi setidaknya sembilan badai besar telah melanda negara itu sejak April, dengan perkiraan lebih banyak lagi.

Seorang pejabat Irak memperingatkan tahun ini bahwa negara itu sekarang menghadapi rata-rata 272 "hari debu" setahun, dengan 300 hari debu diprediksi pada tahun 2050.

"Apa yang terjadi di Irak harus menjadi tanda peringatan dini tentang apa yang bisa terjadi di bagian lain kawasan itu," kata Mohammed Mahmoud, direktur Program Iklim dan Air di Institut Timur Tengah, kepada CNN.

"Mereka menghadapi risiko musim badai debu musim panas ini menjadi biasa," ujarnya memperingatkan.


Editor : Berli Zulkanedi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network